K.H Ahmad Fatih Syuhud


K.H Ahmad Fatih Syuhud

A. Biografi K.H. Ahmad Fatih Syuhud

K.H. Ahmad Fatih syuhud lahir di Malang (1-Januari-1969), beliau termasuk salah satu putra kelima dari sepuluh bersaudara. Orangtuanya bernama K.H Muhammad Syuhud Zayyadi yang biasa dipanggil K.H Syuhud Zayyadi, ia merupakan pengasuh pertama pondok pesantren Al-Khoirot putra dan ibunya bernama Ny. Hj. Masluha Muzakki selaku pengasuh pertama pondok pesantren Al-Khoirot putri.

1. Genealogi K.H Ahmad Fatih Syuhud

Jika ditelisik (ditelusuri), K.H Ahmad Fatih Syuhud, mempunyai hubungan darah dengan sunan giri, yang dimulai dari hubungan pernikahan K.H Syuhud Zayyadi dengan Ny. Hj Masluha Muzakki. Ayah K.H Syuhud Zayyadi bernama K.H Zayyadi yang bertempat tinggal di Pamekasan Madura, beliau menikahi putri dari K.H Abdul Hamid yang bernama Ny. Salma. K.H Abdul Hamid merupakan keturunan kelima dari tujuh bersaudara putra-putrinya K.H Itsbat. Ayah K.H. Itsbat bernama K.H Ishaq,  K.H Ishaq putranya K.H Hasan, K.H Hasan putranya Ny. Hj. Ambuk, Ny. Hj. Ambuk putrinya Bujuk Agong Toronan, Bujuk Agong Toronan putranya Ny. Hj. Lambung, Ny. Hj. Lambung putrinya K.H. Zainal Abidin (Kyai Agung Cendana), K.H. Zainal Abidin putranya Ny. Hj. Gede Kedaton, Ny. Hj. Gede Kedaton putrinya Panembahan Kulon, Panembahan Kulon putranya Raden Ainul Yaqin (Sunan Giri) hingga Nabi Muhammad Saw.

2. Awal Mula Menimba Ilmu di Indonesia

Dalam pembahasan ini menjelaskan tentang perjalanan K.H Ahmad Fatih Syuhud dalam menimba ilmunya di negara Indonesia, yang dimulai dari tanah kelahirannya (pesantren Al-Khoirot), pesantren Sidogiri dan yang terakhir pesantren Langitan. Untuk lebih jelasnya bisa di baca dalam penjelasan berikut ini:

a. Masa Kecil Belajar di Tanah Kelahiran

Pada tahun 1977-1983, K.H Ahmad Fatih syuhud menimba ilmu di tanah kelahirannya sendiri (Pondok Pesantren Al-Khoirot, Malang). Beliau berguru langsung kepada K.H Syuhud Zayyadi. Selain K.H Syuhud Zayyadi berkedudukan sebagai Ayah dari K.H Ahmad Fatih syuhud, ia juga menduduki posisi sebagai seorang guru.

Dalam masa menuntut ilmu di pesantren Al-Khoirot, K.H Ahmad Fatih syuhud mengalami momen-momen bahagia, salah satunya adalah mengaji kepada ayahandanya sendiri. Banyak ilmu yang dituangkan kepadanya, selain mengajarkan ilmu yang termaktub dalam kitab kuning, ia juga menceritakan tentang berbagai hal, termasuk pengalaman dan kisahnya semasa menimba ilmu di pondok dan memberinya ilmu tentang bagaimana caranya memandang kehidupan, cara bergaul sesuai etika sosial, berdakwah sesuai dengan prinsip Ahlussunnah Waljamaah yaitu tawasuth (tengah-tengah), tawazun (seimbang), tasamuh (toleran).

Dengan banyaknya motivasi yang didapat dari sang ayah, terutama dalam hal belajar dan berkompetisi dalam hal menuntut ilmu, sehingga tertanam dalam benaknya jiwa untuk selalu berkompetisi dalam hal demikian. Semangat akan haus ilmu membuahi hasilnya (saat kelas enam) yaitu menjadi juara bintang kelas, saat beliau menduduki masa belajar di Madrasah Diniyah An-Nasyiyatul Jadidah, pondok pesantren Al-Khoirot.


Kata Mutiara dan Pesan Moral K.H Syuhud Zayyadi

   1) Ketika menjadi seoang tokoh ulama’ (kiai) itu harus betul-betul diniatkan ikhlas untuk berdakwah, jangan sampai diniatkan sebagai profesi atau mencari pekerjaan. Karena, jika diniatkan sebagai profesi, maka akan terjadi konflik antara ulama’ satu dengan ulama’ yang lainnya, akan terjadi suatu perebutan pengaruh dan hal ini harus dihindari. Seorang ulama harus mendampingi umatnya secara lapang dada (ikhlas) menuju kebaikan. Dengan artian tidak mencari rezeki lewat dakwah tersebut.

  2) Ketika ingin pintar, maka cara satu-satunya hanyalah dengan belajar yang rajin, bukan dengan amalan.

  3) Ketika posisi kita ditakdirkan menjadi seorang tokoh agama, misal menjadi kiai, maka usahakan berdakwah dengan cara yang halus, sebagaimana prinsip ajaran dari Ahlussunnah Waljamaah

b. Masa Belia Belajar di Pondok Pesantren Sidogiri

Setelah belajar di pondok pesantren Al-khoirot, kurang lebih selama 5-6 tahun, K.H Ahmad Fatih Syuhud memutuskan untuk mencari ilmu ke pesantren Sidogiri di karenakan beliau mendapatkan inspirasi dari sang ayah dan keinginannya sendiri untuk berkompetisi dalam hal belajar dengan banyaknya santri, pada saat itu sekitar lima ribuan.

Alasan K.H Ahmad Fatih Syuhud memilih untuk mencari ilmu ke pesantren Sidogiri:

Pertama          : menggali ilmu dan meningkatkan kualitas keilmuwan yang ia pelajari sebelumnya di pondok pesantren Al-Khoirot bersama ayahanda;

Kedua             : karena banyaknya santri di pesantren Sidogiri yang jumlahnya pada saat itu sekitar lima ribuan dan antusias beliau sendiri untuk selalu bersaing dalam hal keilmuwan. Semakin banyak santri, maka akan semakin banyak juga orang yang pintar di situ. Semangat untuk berkompetisi dan berlomba-lomba dalam hal keilmuwan merupakan prinsip yang dipegang teguh oleh K.H Ahmad Fatih Syuhud. Hal ini akan lebih terasa atsarnya (jerih payahnya untuk belajar), bilamana saingannya banyak.

Selama ia menduduki masa-masa belajar di pondok pesantren Sidogiri, pada saat itu juga tidak ada satupun santri dan temannya yang mengetahui identitas beliau, bahwa ia seseorang yang memiliki garis keturunan yang mulia dari ulama’. Selama masa-masa belajar di sini beliau mulai berinteraksi dan bergaul dengan para santri layaknya sebagai teman. Apabila ia salah, maka ditegur oleh temannya, jika benar, maka sebaliknya. Dengan tidak diketahuinya identitas beliau oleh temannya di pesantren Sidogiri, maka beliau dapat belajar untuk introspeksi diri, belajar meningkatkan kepribadiannya, belajar memahami dan menghargai orang lain, belajar menumbuhkan sikap empati. Beda halnya dengan ia belajar di tanah kelahirannya, banyak santri bahkan orang yang mengetahui identitasnya sebagai putra dari seorang kiai, jika demikian, maka beliau akan terasa kesulitan untuk membentuk kepribadian yang yang diinginkannya.

1) Prestasi yang dicapai selama mondok di Pesantren Sidogiri

Dengan kegigihan dan keteguhanya dalam berkomitmen untuk mencari ilmu, tidak heran lagi kalau ia dapat menjuarai lomba membaca kitab kuning di lingkungan pesantren Sidogiri yang kuantitas santrinya pada saat itu begitu banyak. Dalam lomba tersebut, ia mendapatkan predikat sebagai juara umum. Tidak hanya sebagai pemenang juara umum saja, namun ia juga menjadi contoh tauladan yang baik bagi para santri di pesantren Sidogiri dalam hal komitmennya untuk selalu belajar dan belajar. Ia tidak pernah berleha-leha, bahkan ketika hari liburpun, baik libur extra pesantren, misalnya, liburan Maulid yang ditetapkan pesantren saat itu sekitar sepuluh harian, maupun intra pesantren yang ditetapkan pesantren juga, pada saat itu setiap santri boleh izin keluar main ke rumah tetangga atau ke orang yang dikenal santri guna untuk sebagai bahan refreshing, hiburan, dan terkadang untuk memetik buah dll. Alasan beliau tidak pernah keluar pesantren selain hari libur dan kegigihannya dalam hal mencari ilmu, karena, “bila dalam sehari saja fikiran kita sudah terganggu dengan main-main. Misal, keluar pesantren ataupun pulang, maka ketika kembali konsentrasi kita untuk belajar akan hilang”. Ungkas K.H Ahmad Fatih Syuhud.

2) Sepatah Kata Sang Kiai

Pada saat putra K.H Syuhud Zayyadi ini menimba ilmunya di pesantren Sidogiri yang pada saat itu ada seorang kiai ternama yang mengajar sekaligus menjadi pengasuh, yaitu K.H Abdul Alim bin Abdul Jalil. Banyak momen-momen bahagia dan mengesankan selama ia belajar bersama para santri kepadanya.

K.H Abdul Alim bin Abdul Jalil pernah melontarkan sepatah kata pesan moral kepada santrinya yang sampai saat ini teringat, melekat, bahkan dijadikan pedoman atau pendirian oleh K.H Ahmad Fatih Syuhud dalam melakukan ataupun menjalankan segala hal, yaitu, “orang bahagia itu adalah orang yang tahu tugas dan kewajibannya dan dapat melaksanakannya, tahu apa yang harus dilakukan dan mampu melaksanakannya dengan baik. Sebaliknya, orang yang tidak bahagia itu adalah orang yang tahu tugas dan kewajibannya, namun tidak mau melaksanakannya, baik karena faktor tidak mau ataupun tidak bisa melaksanakannya”.

c. Masa Remaja Belajar di Pondok Pesantren Langitan

Kisah kasih menimba ilmu dialami oleh K.H Ahmad Fatih Syuhud seiring dinamisnya waktu, hari, tahun dan mengharuskannya untuk melepaskan kakinya dari pesantren Sidogiri menuju Pesantren Langitan untuk memulai kehidupan dan lingkungan barunya. Awalnya ia ingin memulai kehidupan barunya ke pesantren Lirboyo, namun takdir berkata lain. Ia mondok ke pesantren lirboyo tidak lain hanyalah karena keinginan dari K.H Syuhud Zayydi. Saking Sami’na Wa ‘Atho’na-nya K.H Ahmad Fatih Syuhud kepada K.H Syuhud Zayydi, sampai-sampai ia mau menurutinya, karena selain ia berperan menjadi seorang ayah, ia juga menjadi seorang guru.

Alasan sang ayah menginginkan putranya untuk melanjutkan studi belajarnya ke pesantren Darul Ulum Langitan, karena Syaikhona Kholil Bangkalan pernah menghentakkan kakinya ke pesantren ini untuk menimba ilmunya. Menurutnya tidak ada salahnya kalau mengikuti keinginan abah.

1)  Klasifikasi Pondok Pesantren Langitan

            Pondok pesantren Langitan terbagi menjadi dua bagian, yaitu pondok Pusat dan Unit

Petama           : pondok pusat disni di namakan sebagai pondok Miftahul Ulum yang sistem mengajarnya tidak jauh berbeda dengan pesantren salaf yang lain pada umumnya, yaitu mengaji dengan cara menggunakan metode wethonan (kiai membacakan kitab yang dikaji, sedangkan santrinya menyimak, mendengarkan, dan memberi makna pada kitab tersebut);

Kedua             : pondok cabang yang pondoknya bertempat sebelahan dengan pondok pusat di sebelah baratnya, sedangkan pondok unit di sini di namakan sebagai pondok Darul Ulum yang lokasinya berdekatan dengan pondok pusat di sebelah timurnya;

Alasan K.H Ahmad Fatih Syuhud memilih untuk belajar di pondok unit, karena selain diperbolehkan mengaji, di sini juga diperbolehkan untuk kuliah. Nama universitasnya yaitu UNISDA (Universitas Islam Darul Ulum). Ia tidak hanya mengaji di pondok unit saja, namun, jika di pondok pusat ada pengajian ia meminta izin ke kiainya untuk mengikuti pengajian di pondok pusat.

Selama K.H Ahmad Fatih Syuhud mondok di sini, ia mempelajari berbagai kitab turos yang diajarkan oleh K.H Abdullah Faqih kepadanya, di antaranya yaitu mempelajari kitab Fathul Mu’in, Tafsir Munir karya Syekh Nawawi Al-Bantani, dan kitab klasik yang lainnya.

2) Awal Coretan Tinta Hitam di atas Kertas

K.H Ahmad Fatih Syuhud mulai belajar menekuni dan mengasah dirinya dalam masalah literasi menulis, sebelumnya ia hanya belajar menekuni dalam literasi membaca saja, namun seiring dinamisnya waktu ia menyadari, bahwa menekuni dalam bidang literasi menulis sangatlah perlu. Dengan ketekunannya ia membuahi hasilnya, yaitu dapat membuat buku, membuat karya tulis, seperti majalah, koran, dan lain-lain. Hal ini terbukti saat ia menduduki masa-masa kuliah di tahun pertama dengan dimuatnya karya tulisnya di Republika, Majalah NU, Duta Surabaya, Media Indonesia, Jawa Pos, kompas dan lain-lain.

3. Awal Mula Menimba Ilmu Di India

K.H Ahmad Fatih Syuhud tetap berpegang teguh kepada pendirian awalnya dalam menuntut ilmu, tidak hanya di tanah airnya saja, bahkan di luar negeripun ia tetap kompeten dengan pendirian dan tujuan awalnya dalam hal demikian. Di negara Indonesia, ia menyelesaikan studi sekolah formalnya mulai dari SD hingga S1, begitu juga dengan di India, ia mulai pendidikannya dari S1 hingga S3, namun dengan berbeda Fakultas.

K.H Ahmad Fatih Syuhud mengawali ke dua kalinya dalam menempuh Pendidikannya. Dimulai dari S1, ia mengambil Fakultas Syari’ah Wa Ushuluddin di Nadwatul Ulama Lacnow, di tempuh selama dua tahun, kisaran tahun 1995-1997. Menurutnya, menempuh pendidikan  S1 hanyalah sebagai bahan (sarana) untuk melanjutkan belajarnya ke S2.

Setelah lulus S1, K.H Ahmad Fatih Syuhud melanjutkan tingkat pendidikannya ke S2 di Aligarh Muslim University (Universitas Muslim Aligarh) India, pada tahun 1997-1998, dengan jurusan di bidang keislaman, yaitu Islamic Studes (Studi Islam). Kemudian ia mengulangi strata S2 nya dengan jurusan ilmu politik di Agra University (Universitas Agra, Dr Ambedkar) India, pada tahun 1990-2000.

Ditempuh dalam waktu lima tahun, K.H Ahmad Fatih Syuhud meneruskan strata pendidikannya ke S3 dengan jurusan dalam bidang keislaman, yaitu Kajian Islam di Jamia Millia University, New Delhi, India.

Sebagaimana pembelajaran di Indonesia, K.H Ahmad Fatih Syuhud belajar di India kepada seorang guru yang ‘Alim, kaya, serta pola hidup sederhana dalam kesehariannya, yaitu Syekh Sayyid Abul Hasan Ali Hasani Nadwi. Ia banyak belajar darinya. Ia pernah mendapatkan ijazah Kutubut Tis’ah dan Al-Qur’an dari gurunya saat ia menduduki kursi belajar, tidak hanya pada guru yang ada di Indonesia, bahkan ia pernah mendapatkan ijazah tersebut di India. K.H Ahmad Fatih Syuhud mendapatkan berbagai macam ilmu dari sang murabbi (Syekh Sayyid Abu Hasan Ali Hasani Nadwi), seperti ilmu Tafsir, Hadist, Ushuluddin, dan beberapa ilmu yang lainnya.

4. Kembalinya K.H Ahmad Fatih Syuhud ke Indonesia

Pada tahun 2007, K.H Ahmad Fatih Syuhud pulang ke negara asalnya, guna untuk meneruskan perjuangan ayahandanya di pondok pesantren Al-Khoirot. K.H Ahmad Fatih Syuhud mulai berinteraksi dan beradaptasi di mana sebelumnya ia pernah menjalani kehidupan bersama keluarga, baik itu yang menyenangkan maupun menyedihkan, belajar mengaji Al-Qur’an atau kitab turos bersama abahnya. Alasan K.H Ahmad Fatih Syuhud kembali ke Indonesia tidak lain hanyalah karena ia diamanahi oleh K.H Syuhud Zayyadi untuk meneruskan perjuangannya.

Saat di usia 40 tahun, K.H Ahmad Fatih Syuhud menikah dengan seorang putri (yang lulus sekolah di tingkat MA) tokoh ulama yang berdomisili di Panjen dan memiliki empat orang anak, dua anak laki-laki (Farzan Esfandiar Syuhud dan Shain Sarfaroz) dan dua anak perempuan (Kanza Nabila Syuhud dan Rozana Zunaira Syuhud).

Pada saat K.H Ahmad Fatih Syuhud pulang ke tanah kelahirannya, pada saat itu juga adik-adiknya pulang dari pengembaraannya dalam mencari ilmu, namun yang menjadi pimpinan (pengasuh) pondok pesantren Al-Khoirot adalah K.H Ahmad Fatih Syuhud. Kenapa demikian? karena beliaulah yang di amanahi oleh ayahandanya untuk meneruskan perjuangannya, sedangkan adik-adiknya berkedudukan sebagai Dewan Pengasuh hingga saat ini. Adik-adiknya bernama (a) Alm. K.H Ja’far Shoddiq Syuhud (b) K.H Hamidurrahman Syuhud (c) K.H Humaidi Syuhud. Lihat juga, Masyayikh Pesantren Al-Khoirot

a. Menjadi Seorang Murabbi (Kiai)

Dengan berkomitmennya dalam tujuan awal ia belajar, hari-hari ia lalui dengan rasa sabar, ikhlas dan selalu memiliki jiwa antusias untuk mencari ilmu, baik yang ada di dalam negeri maupun luar negeri. Akhirnya, setelah ia pulang mengemban ilmu dari berbagai guru, pakar keilmuwan, ulama, syaikh, pada saat itu juga takdir menghendaki dirinya untuk menjadi seorang tokoh ulama, pengasuh pondok pesantren Al-Khoirot, maka mau tidak mau harus ia jalani, karena ini termasuk amanah yang di embankan K.H Syuhud Zayyadi kepadanya. K.H Ahmad Fatih Syuhud mengabdikan dirinya ke pesantren Al-Khoirot dengan menjadi pengasuh dan pengajar tetap. Adapun cara mengajarnya kepada para santri, yaitu dengan menggunakan metode sorogan dan wethonan.

Sumber Referensi:

Budi (12 September 2022). “Biografi K.H Ahmad Fatih Syuhud”. https://www.laduni.id



Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url