Hukum Anjing Dan Babi Dalam Pandangan Ulama 4 Madzhab
A) Hukum Suci atau Najisnya Hewan Anjing
1. Menurut madzhab Syafi’i dan Hanbali
Anjing termasuk salah satu hewan yang najis. Oleh
karenanya, jika suatu benda atau barang terkena jilatannya, maka tindakan yang
harus dilakukan oleh seorang muslim adalah membasuh (menyucikannya) sebanyak
tujuh kali, salah satunya dengan debu. Rasulullah Saw bersabda[1]:
وعن أبي هريررة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه
وسلم: طَهُوْرُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيْهِ اْلكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ
سَبْعَ مَرَّاتٍ أُوْلَاهُنَّ بِالتُّرَابِ. أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ
Artinya: “Jika hewan anjing menjilat wadah
salah satu di antara kalian, maka cara mensucikannya yaitu dengan dibasuh (dibasuh dengan air) sebanyak tujuh kali, salah satunya dengan debu.”
2. Menurut madzhab Hanafi
Pemikiran madzhab Hanafi, juga sama dengan
pemikiran madzhab Syafi’i dan Hanbali. Hanya saja ada sedikit perbedaan dalam
masalah mensucikannya. Adapun cara mensucikannya, yaitu dengan cara membasuh
keseluruhan benda yang terkena najisnya anjing, hingga persepsi asumsi
kesuciannya lebih kuat ketimbang asumsi najisnya. Apabila dimenangkan oleh
asumsi najisnya, maka harus dibasuh sebanyak mungkin, hingga asumsi kesuciannya
lebih kuat, walaupun itu sampai 20 kali basuhan.
3. Menurut madzhab Maliki
Madzhab Maliki berpendapat atas sucinya
anjing. Misal, hewan anjing menjilat suatu benda, maka benda tersebut tetap
dihukumi suci. Namun, meskipun dihukumi demikian, haruslah dibasuh sebanyak tujuh kali yang
salah satunya diusap dengan debu. Mengapa begitu? Karena ta’abbudan
(ikut dawuhnya Rasulullah Saw). Apabila tangan atau kakinya anjing masuk
pada suatu wadah, maka wajib dibasuh sebanyak tujuh kali. Hal ini bukan karena ta’abbudan,
yang dikhususkan pada ta’abbudan di madzhab ini hanyalah yang terkena
jilatan (air liurnya) anjing saja.
B) Hukum Suci atau Najisnya Hewan Babi
Menurut qoul ashah madzhab
Syafi’i, “hukum babi sama seperti hukum anjing dalam masalah mensucikannya, ada
juga pendapat (qoul rajih) dari madzhab Syafi’i yang mencukupkan
untuk mensucikannya, hanya dibasuh (disiram dengan menggunakan air yang suci)
sebanyak satu kali tanpa menggunakan debu.
Madzhab
Hanafi menyatakan atas najisnya babi. Jadi, jika terkena sentuhan hewan tersebut, konsekuensinya harus disiram (dibasuh)
keseluruhannya, sebagaimana gagasan yang telah di paparkan di atas, sedangkan madzhab Maliki, menghukumi atas kesuciannya hewan tersebut,
selagi ia masih hidup.
[1] Al-Hafidz Ibn Hajar
Al-‘Asqalani, Bulughu Al-Maram, (Surabaya: Dar Al-Jawahir, 1500), hadits
nomor 08, hal. 13.