Khitan Perempuan: Memahami Praktik, Dampak, dan Upaya Penghapusan


Khitan perempuan, yang juga dikenal sebagai sunat perempuan, adalah praktik yang melibatkan pemotongan atau pengangkatan bagian tertentu dari alat kelamin wanita. Meskipun sering dianggap sebagai bagian dari tradisi budaya atau agama, penting untuk memahami bahwa praktik ini memiliki berbagai implikasi kesehatan dan sosial. Berikut adalah penjelasan lebih mendalam mengenai khitan perempuan.

Tulisan senada:

Klasifikasi Khitan Perempuan

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengelompokkan khitan perempuan ke dalam beberapa tipe, yang masing-masing memiliki karakteristik dan risiko yang berbeda:

1. Tipe 1: Klitoridektomi

- Pengertian: Prosedur ini melibatkan pengangkatan sebagian atau seluruh klitoris.

- Risiko: Dapat menyebabkan hilangnya sensasi seksual dan dampak psikologis yang mendalam.

2. Tipe 2: Pengangkatan Labia Minora

- Pengertian: Meliputi pengangkatan klitoris dan labia minora.

- Risiko: Selain infeksi dan nyeri, dapat memengaruhi fungsi seksual secara keseluruhan.

3. Tipe 3: Infibulasi

- Pengertian: Ini adalah prosedur yang mempersempit lubang vagina dengan menjahit labia.

- Risiko: Dapat menyebabkan komplikasi serius saat melahirkan dan masalah kesehatan jangka panjang.

4. Tipe 4: Prosedur Lain:

- Pengertian:Termasuk tindakan merusak lainnya seperti pembakaran atau penusukan.

- Risiko: Sangat berbahaya dan dapat mengakibatkan kerusakan permanen pada jaringan genital.

Perspektif Agama dan Hukum

Dalam konteks Islam, khitan perempuan dikenal dengan istilah khifadh. Ada perdebatan di kalangan ulama mengenai status hukum khitan perempuan; sebagian menganggapnya sebagai sunnah, sementara yang lain berpendapat bahwa praktik ini tidak memiliki dasar yang kuat dalam ajaran Islam.

- Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI): Pada tahun 2008, MUI menyatakan bahwa khitan perempuan adalah makrumah (dianjurkan), tetapi harus dilakukan dengan hati-hati untuk mencegah mutilasi genital.

- Peraturan Menteri Kesehatan: Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 6 Tahun 2014, ditekankan bahwa praktik sunat perempuan harus dilakukan dengan memperhatikan keselamatan dan kesehatan.

Dampak Kesehatan

Praktik khitan perempuan dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan yang serius:

- Dampak Psikologis: Banyak wanita mengalami trauma mental setelah menjalani prosedur ini, termasuk depresi dan gangguan kecemasan.

- Masalah Fisik: Komplikasi fisik seperti infeksi, perdarahan, dan nyeri saat berhubungan seksual sering terjadi akibat prosedur ini.

- Penurunan Kenikmatan Seksual: Penghilangan klitoris dapat mengurangi sensitivitas seksual dan mengganggu pengalaman intim.

WHO menegaskan bahwa tidak ada manfaat medis dari khitan perempuan, dan risiko yang ditimbulkan jauh lebih besar dibandingkan dengan klaim manfaatnya.

Inisiatif Penghapusan Khitan Perempuan

Belakangan ini, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) di Indonesia telah mendukung upaya untuk menghapus praktik sunat perempuan melalui Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024. Kebijakan ini bertujuan untuk melindungi hak asasi manusia serta kesehatan wanita di Indonesia.

Kesimpulan

Meskipun khitan perempuan memiliki akar budaya dan tradisi di beberapa masyarakat, semakin banyak bukti menunjukkan bahwa praktik ini berpotensi berbahaya bagi kesehatan fisik dan mental wanita. Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang risiko-risiko tersebut serta mendukung kebijakan yang bertujuan untuk melindungi hak dan martabat perempuan.

Daftar Pustaka

1. World Health Organization (WHO). (2018). Eliminating Female Genital Mutilation: An Interagency Statement. Geneva: WHO.

[Link](https://www.who.int/reproductivehealth/publications/gender_rights/female-genital-mutilation/en/)

2. Majelis Ulama Indonesia (MUI). (2008). Fatwa MUI Tentang Khitan Perempuan. Jakarta: MUI.

[Link](http://mui.or.id/)

3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 6 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Sunat Perempuan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

[Link](http://www.kemkes.go.id/)

4. Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). (2024). Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024 tentang Penghapusan Praktik Sunat Perempuan. Jakarta: Komnas Perempuan.

[Link](https://komnasperempuan.go.id/)

5. Baker, A., & Taha, A. (2015). "Female Genital Mutilation: A Review of the Literature." International Journal of Women's Health, 7, 575-583.

[DOI:10.2147/IJWH.S69353](https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4502465/)

6. Yoder, P.S., & Wang, S.Y. (2013). "Female Genital Cutting in the United States: A Population-Based Study of Women’s Experiences." American Journal of Public Health, 103(9), 1651-1656.

[DOI:10.2105/AJPH.2013.301598](https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3774919/)

7. Hernlund, Y., & Shell-Duncan, B. (2007). "Contingency, Context, and Change: Negotiating Female Genital Cutting in The Gambia and Senegal." Culture, Health & Sexuality, 9(4), 413-427.

[DOI:10.1080/13691050601177679](https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/13691050601177679)

8. Boddy, J.P. (1989). "Wombs and Alien Spirits: Women, Men and the Zar Cult in Northern Sudan". Madison: University of Wisconsin Press.
Next Post Previous Post
1 Comments
  • Anonim
    Anonim 1 Desember 2024 pukul 00.54

    Baru tahu kalau cewek di khitan juga. Makasih ilmunya

Add Comment
comment url