Memahami Puasa Ramadhan
Puasa secara etimologis adalah menahan. Sedangkan secara termologis adalah menahan segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan syar'iat yang waktunya itu dimulai dari terbitnya matahari hingga terbenamnya.
Penjelasan:
Pemahaman puasa secara etimologis adalah setiap orang yang tidak makan, minum, atau menahan perkara yang dapat membatalkan puasa. Perbuatan yang demikian ini dianggap sebagai puasa, walaupun pembatalan puasanya tidak sampai waktu terbenamnya matahari. Seperti puasanya anak kecil yang masih belum balligh atau belum mencapai usia balligh (maksimalnya laki-laki yang belum mimpi basah, yaitu sampai usia 15 tahun. Begitujuga dengan perempuan). Sayangnya yang dikehendaki dalam puasa adalah puasa yang secara terminologis.
Hukum Puasa Ramadhan
Hukum puasa di bulan Sya’ban adalah wajib bagi setiap kalangan ummat Islam yang sudah mencapai usia balligh, suci (suci dari haid dan nifas), mampu berpuasa selama 30 hari, sebagaimana yang disepakati oleh ulama empat madzhab.
Batasan usia balligh bagi laki-laki dan perempuan, yakni:
1) Laki-laki
Seorang laki-laki bisa dikatakan balligh, apabila ia sudah mimpi basah (mimpi hubungan intim dengan lawan jenis). Hal yang jadi pertanyaan di sini, bilama tidak mimpi basah bagaima? Untuk menjawab pertanyaan tersebut dapat dilihat dalam kitab Al-Muhadzab adalah mimpi basah, asalkan tanda-tandanya air mani terlihat jelas saat ia terbangun dari tidurnya dan merasakan keluarnya mani atau malah sebaliknya.
Tanda-Tanda Air Mani:
a. keluarnya ngecrot (tadaffuq)
b. keluarnya terasa enak
c. bentuk airnya kental
d. lengket
e. baunya seperti adonan roti, dll
Apabila ia tidak mimpi basah sampai usia 15 tahun, maka, secara otomatis ia berada dalam fase balligh saat mencapai usia tersebut dan usia setelahnya.
2) Perempuan
Wanita bisa dikatakan balligh, apabila ia sudah mengalami masa haid.
Fardlu-Fardlunya Puasa
Setelah mengetahui dan memahami atas wajibnya puasa ramadhan, sangatlah perlu mengetahui fardlu-fardlunya puasa. Sebetulnya memahami fardlunya puasa tidak hanya diperuntukkan untuk puasa ramadhan saja, bahkan untuk puasa yang lainpun juga demikian. Dampak dari tidak terpenuhinya fardlu-fardlunya puasa dapat berakibat puasanya batal (tidak sah).
Fardhunya Puasa
Dalam Fathul Qorib-nya Muhammad bin Qasim Al-Ghazi disebutkan, ada empat fardlunya puasa, yaitu:
1) Niat dalam hati
Wajibnya Talaffudz Al-Niyyah (pelafadzh-an niat) adalah dalam hati. Sebaliknya Talaffudzu Al-Niyyah hukumnya sunnah dengan pelafadzh-an menggunakan lisan (membunyikan suara niat secara dzahir tanpa membunyikan-nya dalam hati).
Dalam niat, ada 2 qayyid (batasan)
a. Tabyit Al-Niyyah (menetapkan niat)
Niat puasa dilakukan ketika waktu malam hari, antara terbenamnya Matahari hingga munculnya fajar kadzhib (fajar yang munculnya secara horizontal dan waktunya itu hanya sebentar).
b. Ta’yin Al-Niyyah (penentuan niat)
Menentukan niatnya, apakah niat puasa sunnah, wajib, nadzhar, kafarat?. Berikut niat puasa Ramadhan:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ رَمَضَانِ هَذِهِ السَّنَةِ لِلَّهِ تَعَالَى
“Saya niat puasa di hari esok untuk melaksanakan wajibnya puasa ramadhan pada tahun ini karena Allah Swt”.
Ketika seorang muslim lupa tidak niat di waktu malamnya, maka puasanya tidak sah dikarenakana ia tidak memenuhi fardlunya puasa yang pertama, yaitu niat. Begitujuga batal puasanya, bilamana ia niat puasa tidak dalam hati. Hanya melafadzhkan secara dzahir (Talaffudzu Al-Niyyah bi Al-Lisan). Lalu solusinya bagaimana? Apabila ia khawatir lupa tidak niat di waktu malanya, maka pada awal puasa ia niat 2 kali. Niat yang pertama ikut madzhab Syafi’i, yaitu niat di setiap harinya ketika hendak puasa di pagi harinya. Untuk niat yang kedua ikut madzhab Maliki, yakni niat puasa sebulan penuh yang waktunya di mulai pada awal bulan ramadhan. Hal ini hanya untuk langkah waspada (hati-hati) saja, sewaktu-waktu ia lupa tidak niat puasa, maka puasanya tetaplah sah dan tidak perlu menggantinya di kemudian hari.
2) Menahan makan dan minum
Makan dan minum ketika berpuasa dapat mengakibatkan batalnya puasa. Hukum ini bisa berubah sebaliknya, jikalau ia melakukannya karena lupa, tidak sengaja, atau tidak tahu hukumnya. Ketidak tahuan yang seperti ini mendapatkan rukshoh (keringanan) hukum dalam syari’at Islam, asalkan hidupnya (tempat tinggalnya) jauh dari ulama, sebagaimana penjelasan dari Muhammad bin Qasim Al-Ghazi. Melihat, banyaknya orang yang mengetahui batalnya puasa di era saat ini, menjadi ketidakmungkinan seseorang tidak mengetahuinya, sebab, era saat ini serba mudah dan enak, hanya melihat atau searching-searching di google sudah menemukan jawabannya.
3) Menahan hubungan biologis
Bagi pasangan suami istri, dilarang melakukan hubungan biologis, sejak terbitnya fajar shodiq hingga terbenamnya Matahari. Bedahalnya, jika hal tersebut dilakukan karena lupa, maka puasanya tetaplah sah. Adapun setelah terbenamnya Matahari, tidaklah mengapa untuk melakukan hubungan tersebut.
4. Muntah disengaja
Hal ini pembahasannya sama, jika dilakukan secara sengaja, maka puasanya batal. Sebaliknya, apabila dilakukan tanpa adanya unsur kesengajaan, maka puasanya tidak batal.
Hal-Hal Yang Dapat Membatalkan Puasa
Selain adanya pembahasan yang menjelaskan fardlunya puasa, tentunya juga ada pembahasan mengenai batalnya puasa. Perkara atau perbuatan yang dapat membatalkan puasa adalah sebagai berikut ini:
1. Masuknya sesuatu ke organ tubuh yang berlubang secara sengaja, sama saja lubang yang terbuka ataupun yang tertutup
a) Contoh lubang tubuh yang terbuka, seperti: qubul (pantat) dan dubur (alat vital laki-laki atau perempuan), mulut, telinga, dan lain sebagainya
b) Contoh organ tubuh manusia yang lubangnya tertutup, seperti: luka pada bagian kepala, disebabkan benturan parah yang dapat mengakibatkan kepalanya bocor.
Apabila memasukkan obat ke bagian kemaluan atau pantat, seperti pel. Baik disengaja ataupun tidak, maka puasanya batal.
2. Onani menggunakan tangan sendiri ataupun tangan istrinya yang dapat mengakibatkan keluarnya air mani
Permasalahan yang dapat menimbulkan pertanyaan di sini adalah, Apakah batal puasanya seseorang yang ketika di pagi hari bulan Ramadhan mimpi basah? hal ini telah disebutkan dalam berbagai literatur kitab karangan ulama terdahulu yang isinya menyatakan, tidaklah batal puasanya Shooim (orang yang berpuasa) yang ketika di pagi hari bulan Ramadhan keluar air mani disebabkan mimpi basah.
3. Datangnya haid dan nifas
Dalam beberapa literatur karangan ulama menyebutkan, wanita yang haid tidak perlu mengganti (mengqadha') sholat fardhu, namun, Apabila ia haid bertepatan dengan puasa Ramadhan, maka ia harus menggantinya di kemudian hari selain bulan ini dan bulan-bulan yang diharamkan untuk berpuasa, seperti contoh: Hari raya 'Idul Fitri dan 'Idul Adha.
4. Gila dan murtad
Puasanya orang gila tidaklah sah, apabila ia sudah mukallaf dan ia sembuh dari gilanya. Katakanlah, selama bulan Ramadhan ia gila, saat selesai lebaran ia sembuh, maka ia wajib mengqodho' puasa ramadhan selama sebulan. Mengqodho'nya tidak perlu sebulan berturut-turut, yakni, disesuaikan kemampuannya sendiri. Asalkan tidak sampai tiba bulan Ramadhan lagi. Apabila bertemu dengan bulan ini lagi, kebetulan ia masih mempunyai hutang puasa Ramadhan, maka ia wajib membayar kafarat.
Murtad adalah orang yang keluar dari agama Islam.
Baca juga: Sunnah-Sunnahnya Puasa