Pernikahan Beda Agama Menurut Prespektif Perundangan di Negara Indonesia

Pernikahan beda agama dalam prespektif perundang-undangan Indonesia
 
Sudah dipastikan, hampir setiap orang yang berada di negara Indonesia, bahkan di seluruh negarapun pasti menjalani pernikahan. Baik pernikahan antar sesama agama maupun beda agama, guna untuk memenuhi kebutuhan biologisnya dan melestarikan rantai keturunan. Tentunya, di setiap negara pasti mempunyai kebijakan hukum tersendiri mengenai permasalahan tersebut.

Negara Indonesia memutuskan, bahwa pernikahan sesama agama hukumnya sah, sebagaiamana yang tertera dalam UU pasal 2 ayat (1) dan UUD 1945 ayat (2), “Negara menjamin kemerdekaan warganya untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing”. Hal ini selaras dengan UUD 1945 pasal 29 ayat (1) dan dasar negara Indonesia (Pancasila), “Negara berdasarkan atas dasar ketuhanan yang maha esa.” Dengan artian, bahwa di negara Indonesia mempercayai adanya ketuhanan, sebagaimana keyakinan agamanya masing-masing dan menolak golongan yang tidak mempercayai adanya tuhan, seperti Ateis.

Adapun hukum pernikahan beda agama di negara Indonesia secara perundangan, yakni:


A) Pernikahan beda agama hukumnya sah, sebagaimana yang ditetapkan PN Surabaya oleh Hakim Tunggal Imam Supriyadi (26 April 2022), Nomor 916/Pdt.P/2022/PN Sby. Keputusan ini berawal dari seorang kedua mempelai yang berdomosili Surabaya yang mengajukan permohonan ke Kantor Dinas Kependudukan Surabaya dan CAPIL (Catatan Sipil) kota Surabaya mengenai perkawinan beda agama yang akan dilakukan oleh kedua belah pihak (laki laki beragama Islam dan perempuan beragama kristen) kemudian permohonannya ditolak oleh kedua Lembaga tersebut dan disarankan untuk mendapatkan Penetapan Pengadilan Negeri kota Surabaya.

B) Hukum pernikahan beda agama tidak sah, dikarenakan dalam UU 1974 pasal 1 ayat (1) disebutkan, “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaannya masing-masing” dan UU 1974 pasal 1 ayat (2), “Tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundangan yang berlaku.” Sedangkan menurut KHI (Kompilasi Hukum Islam) berpendapat, bahwa pernikahan beda agama hukumnya tidak sah. Misal, orang Islam menikah dengan orang Kristen, sebagaimana contoh di atas.

Perlu di ingat, bahwa pernikahan beda agama di negara Indonesia mutlak tidak bolehnya. Adapun keputusan yang ditetapkan oleh PN (Pengadilan Negeri) Surabaya hanyalah keputusan yang sifatnya sementara. Hanya terjadi dalam satu masa atau keadaan sahaja. Lumrahnya pernikahan beda agama memanglah tidak dibolehkan di negara Indonesia. Apabila hendak menikah dengan bedanya agama, kemungkinan bisanya, apabila keduanya menikah di negara lain yang membolehkan pernikahan yang demikian ini.



Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url