Sejarah Peradilan Indonesia Pra Merdeka
Pada zaman penjajahan Hindia-Belanda, penduduk Indonesia terbagi menjadi beberapa golongan, sebagaimana dalam Pasal 131 dan 163 IS (Indische Staatsregeling). Hal ini merupakan hukum yang berlaku pada masa itu. Golongan tersebut antara lain:
a) Golongan Eropa, maka peraturannya disamakan dengan hukum negeri Belanda atau disebut hukum Barat;
b) Golongan Bumiputera, maka peraturannya disesuaikan dengan hukum adat yang berlaku di daerahnya. Di sisi lain, golongan ini peraturannya berlaku dengan menggunakan hukum Barat jika ada kepentingan umum dan kepentingan sosial yang dibutuhkan.;
c) Golongan Cina dan Timur Asing lainnya, maka peraturannya berlaku dengan menggunanakn hukum Barat dengan beberapa pengecualian. Hukum ini berlaku sejak tahun 1925;
Dengan adanya peraturan sebagaimana yang disebutkan di atas, menyebabkan perilaku atau perbuatan tidak adil, dikarenakan tidak samanya hukum antara yang satu dengan yang lainnya. Berikut Tata Peradilan di era Hindia Belanda:
a) Untuk Pulau Jawa dan Madura berlaku Peraturan Organisasi Peradilan dan Kebijaksanaan Kehakiman di Hindia Belanda (Regelement op de Rechterlijke Organisatie en bet Beleid der Justitie disingkat R.O);
b) Untuk luar pulau Jawa dan Madura berlaku Peraturan Peradilan dengan seberang laut (Rechtsreglemen, Buitengewesten/Rbg);
Pada masa Kolonial Belanda berlaku arbitrase. Hal ini berdasarkan Pasal 377 HIR atau Pasal 705 RBg yang bunyinya:
“Jika orang Indonesia dan orang Timur asing menghendaki perselisihan mereka diputuskan oleh juru pisah, maka mereka wajib menuruti peraturan pengadilan perkara yang berlaku bagi bangsa Eropa.”
Artikel Senada:
Melihat peraturan yang tercantum dalam pasal itu mengandung kemungkinan bagi pihak-pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan di luar pengadilan. Namun demikian HIR maupun RBg tidak membuat aturan tentang arbitrase. Untuk mengisi kekosongan tesebut, pasal 377 HIR atau Pasal 705 RBg langsung menunjuk aturan pasal-pasal yang terdapat dalam Reglement Hukum Acara Perdata (Reglement op de Bergerlijke Rechtsvordering disingkat Rv, S. 1847-52 jo 1849-63). Terdapat tiga badan arbitrase, yaitu: a) Badan arbitrase untuk bada ekspor hasil bumi Indonesia; b) Badan arbitrase tentang kebakaran; c) Badan arbitrase bagi asuransi kecelakaan.