Sejarah Singkat Pengumpulan Al-Qur’an

Sejarah Singkat Pengumpulan Al-Qur’an

A. Definisi Pengumpulan Al-Qur’an

Dari segi linguistik, istilah --, yang berarti bacaan, dan, yang berarti kumpulan, adalah asal muasal Al-Qur'an. Ada dua cara untuk melihat koleksi Alquran.

1. Menghafal Al-Qur'an dengan hati

إنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ

Bahkan, terserah Kami untuk menyimpannya di dada Anda dan mempersiapkan Anda untuk membacanya.

Fakta bahwa ungkapan "di dadamu" muncul dalam ayat tersebut menunjukkan bahwa Alquran itu dihafalkan. Ahlu Al-Huffadz dan Jumma'u Al-Qur'an adalah nama-nama ahli hafalan Al-Qur'an.

2. Kompilasi Al-Qur'an dalam bentuk tulisan

إنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإنَّا لَهُ لَحافِظُونَ

Al-Dzikru (Al-Qur'an) sesungguhnya adalah apa yang Kami turunkan, dan sesungguhnya Kami benar-benar menegakkannya.

B) Pengumpulan Al-Qur’an Pada Masa Rosulullah

Karena banyak yang mengira Al-Qur'an adalah produk Allah bukan Nabi Muhammad, maka Al-Qur'an diturunkan kepada seorang nabi yang ummi (tidak bisa membaca dan menulis). Orang akan berpikir bahwa Muhammad adalah penulis Quran jika dia bisa membaca dan menulis. Nabi adalah Ummi untuk alasan kedua—banyak orang Arab pada saat itu buta huruf, dan dia tidak memiliki instruksi menulis atau membaca dari siapapun (seorang guru). Hanya beberapa yang bisa, itu saja.

Sejak Nabi Muhammad SAW berdiam diri di gua Hira, Al-Qur'an mulai diturunkan kepadanya. Itu berlanjut sampai nafas terakhirnya di dunia ini. Ayat-ayat

Ketika seorang sahabat tinggal dekat dengan Rasulullah SAW, mereka bisa langsung belajar mengaji darinya, dan beliau menugaskan dua orang sahabat pilihannya—Mush'ab bin Umair dan Ummi Maktum—untuk mengajarkan Al-Qur'an kepada orang-orang di lokasi yang jauh. Sebelum hijrah, Nabi Muhammad SAW memberi perintah kepada kedua sahabat tersebut, dan setelah hijrah, beliau menugaskan seorang pengajian lainnya (Mu'adz bin Jabal) ke wilayah Mekkah. Al-Qur'an cukup sederhana untuk dipelajari, sehingga banyak teman yang menghafalnya dengan usaha ini. Dalam Q.S. Al-Qomar, Allah SWT menegaskan:

وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرْ

Jika Al-Qur'an telah dibuat sederhana untuk diajarkan, apakah manusia benar-benar mengambil pelajaran?

C) Pengumpulan Al-Qur’an Pada Masa Kepemimpinan Abu Bakar dan Umar

Terpilihnya penerus kepemimpinan Nabi Muhammad SAW setelah wafatnya Rosulullah menghasilkan kesimpulan mufakat bahwa Abu Bakar pada akhirnya adalah sahabat hak otoriter kepemimpinan tersebut. Mengingat sejumlah besar umat Islam melanggar hukum Islam. Di beberapa kelompok, ada orang yang menentang zakat, dan dalam kasus yang paling ekstrem, ada yang mengaku sebagai nabi, seperti Musailamah Al-Kadzab.

Beberapa Muslim meninggalkan iman sebagai akibat dari Musailamah Al-Kadzab. Sejak kejadian itu, terjadi konflik Yamamah 12 Hijriyah yang menelan banyak korban jiwa. Sekitar 70 Ahlu al-Huffadz (penghafal Alquran) tewas di sana. Umar resah dengan episode ini karena dia khawatir jika terjadi perang lagi, banyak veteran konflik yang terbunuh.

D) Perbedaan Khat dan Bacaan Al-Qur’an

Utsman bin Affan menggantikan Sayyidina Umar sebagai kepala komunitas Muslim setelah wafatnya. Islam tumbuh dan mencapai banyak tempat sepanjang hidupnya. Dengan demikian pengajaran Al-Qur'an diperluas secara luas pula, dengan berbagai guru, seperti: a) Ubay bin Ka'ab, yang diberi tanggung jawab untuk mengajar Al-Qur'an di negeri Syam. b) Abdullah bin Mas'ud mengajarkan Alquran kepada bangsa Kufah; c) Abu Musa Al-Asy'ari mengajarkan Alquran kepada bangsa lain. Mereka mengadaptasi logat daerah yang digunakan saat mengaji dan menggunakan khat yang berbeda dari versi yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk mengajarkan Al-Qur'an dalam berbagai bacaan.

Sebagian sahabat merasa puas dengan perbedaan cara baca dan tulis Alquran karena didasarkan pada Nabi Muhammad, sementara sebagian lainnya tidak puas. Akibatnya, ketidaksepakatan menjadi lebih panas, yang pada akhirnya mengarah pada peristiwa timbal balik. Muslim berkelahi satu sama lain dan menolak untuk percaya satu sama lain. Hal ini disebabkan beberapa faktor, antara lain tidak adanya titik dan sykal dalam penyusunan ayat-ayat Al-Qur’an dibandingkan dengan masa Nabi Muhammad dan para sahabat. Setelah itu beberapa sahabat mengucapkan terima kasih kepada Sayyidina Utsman atas kejadian ini. Dia kemudian memanggil ulama Islam untuk membahas situasi segera dan meminta Sayyidah Hafshah mengambil buku itu.

Abu Bakar mengutus empat Ahlu Al-Huffadz yang terpercaya, Zaid bin Thabit, Said bin al-'Ash, Abdullah bin Zubair, dan Abdurrahman bin Harith, yang hafalannya tidak diragukan lagi. Untuk mencegah konflik dan kekerasan lebih lanjut di kalangan umat Islam, ia mengumpulkan empat sahabat untuk menyempurnakan Mushaf pada masa pemerintahan Abu Bakar. Dia kemudian mencoba melakukan satu bacaan. Dokumen itu dipecah menjadi empat bagian setelah selesai; satu dipersembahkan kepada Utsman, sedangkan tiga sisanya pergi ke Mekah, Yaman, dan Bahrain. Sayyidina Utsman mengantarkan Sayyidah Hafshah mushaf yang telah disiapkan keempat sahabatnya. Pemberian tanda titik, syakal, dan kemampuan membaca 4 Ahlu Al-Huffadz merupakan salah satu peningkatannya.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url