Makna Kekerasan Fisik dan Non-Fisik
Menurut KBBI, kekerasan adalah perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Definisi kekerasan yang demikian ini dapat dipahami maknanya dengan arti tindakan yang bentuknya menyerang kepada orang lain disertai dengan adanya kekuatan, baik itu sifatnya terbuka ataupun tertutup (tersembunyi)[1]. Kekerasan terbagi menjadi dua:
1. Kekerasan Non-Fisik
Kekerasan non-fisik adalah sebuah bentuk kekerasan yang tindakannya tanpa menggunakan kontak fisik. Dengan artian tanpa melukai anggota tubuh korban. Kekerasan non-fisik terbagi menjadi dua bagian:
a. Kekerasan Verbal
Menurut Bonita Mahmud dalam jurnalnya berjudul kekerasan verbal pada anak, mendefinisikan kekerasan verbal sebagai kekerasan yang dilakukan secara terus menerus melalui perantara lisan, sehingga hal itu berdampak pada terhambatnya perkembangan anak di usia dini.
Menurut Edo Dwi Cahyo dalam Kekerasan Verbal (Verbal Abouse) Dan Pendidikan Karakter, kekerasan verbal merupakan tindakan kekerasan yang dapat menyakiti hati seseorang dalam unsur kerohanian (kejiwaan), seperti halnya membentak; memaki; menghujat; menghina; merendahkan seseorang di depan umum dengan kata umpatan kotor ataupun perkataan kasar.
Dengan demikian, kekerasan verbal dapat dipahami maknanya dengan bentuk kekerasan yang sifatnya tanpa mengandung unsur kekerasan fisik, namun penyerangannya lebih tertuju pada psikis korban, dengan menggunakan kata-kata yang dapat menyakiti hatinya serta aksinya dilakukan terus-menerus.
b. Kekerasan Psikis
Kekerasan psikis adalah bentuk kekerasan yang berakibat hilangnya banyak rasa yang dimulai dari hilangnya keberanian, percaya diri, kemampuan untuk bertindak, tidak berdaya dan timbulnya penderitaan psikis berat pada diri korban[2]. Sedangkan menurut Setiawan, kekerasan psikis adalah bentuk kekerasan yang tindakan kekerasannya menggunakan bahasa tubuh. Misal, membuat malu pada diri korban; mengucilkan; mencibir dan memelototi korban; memandang sinis; mendiamkan..
Kekerasan psikis menurut Shinta dan Bramanti dapat berupa tindakan kekerasan, ancaman kekerasan, atau taktik kekerasan/paksaan. Tidak hanya terbatas pada penghinaan pada korban, tetapi juga mencakup kontrol terhadap apa yang dapat atau tidak dapat korban lakukan, menahan informasi dari korban, mengisolasi korban dari teman-teman dan keluarga, dan menyangkal akses korban terhadap uang atau sumber-sumber daya yang mendasar lainnya.
Setelah memahami definisi antara kekerasan verbal dan psikis di atas, maka dapat penulis simpulkan, bahwa kedua kekerasan itu memiliki kesamaan dan perbedaan. Adapun persamaannya, yaitu tindakan yang dilakukan oleh pelaku kepada korban dengan melakukan penyerangan terhadap psikisnya. Sedangkan perbedaannya terletak pada cara melakukannya, a) kekerasan verbal aksinya menggunakan perkataan, b) kekerasan psikis menggunakan bahasa tubuh.
2. Kekerasan Fisik
Setelah mengetahui definisi kekerasan verbal di muka, maka perlu kita ketahui arti dari kekerasan fisik sebagaimana yang tercantum dalam data di atas. Menurut Sumiadji Asy’ary dalam karyanya kekerasan terhadap anak, kekerasan fisik adalah sebuah tindakan yang biasanya aksinya terjadi sekali atau berulang kali yang dapat menyebabkan rasa sakit terhadap diri korban. Sedangkan menurut Meiherliyanti adalah kekerasan yang sifatnya nyata, bisa dilihat dan dapat dirasakan oleh tubuh dengan cara menghilangkan kemampuan normal tubuh, menghilangkan rasa sehat, hingga yang lebih ekstrim lagi yakni dengan menghilangkan nyawa korban. Contoh kekerasan fisik seperti: melempar, menendang, memukul/menampar, mencekik, mendorong, mengigit, membenturkan, mengancam dengan benda tajam dan sebagainya.
Jadi, kekerasan fisik adalah bentuk kekerasan yang dapat menyebabkan luka pada diri korban akibat tindakan yang dilakukan oleh si pelaku, baik itu dilakukan dengan perantara benda tajam ataupun non-tajam dan dengan anggota tubuh pelaku, seperti tangan, kaki, gigi dan lain sebagainya.
Catatan Kaki:
[1] Dadang Iskandar, “Upaya Penanggulangan Terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga,” Yustisi 3, no. 2 (2016): 13–22.
[2] Rochmat Wahab, “Kekerasan Dalam Rumah Tangga: Perspektif Psikologis Dan Edukatif,” Unisia 29, no. 61 (2006): 247–56, https://doi.org/10.20885/unisia.vol29.iss61.art1.
Sumber Referensi:
Dadang Iskandar. “Upaya Penanggulangan Terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga.” Yustisi 3, no. 2 (2016): 13–22.
Dwi Nurina, Pitasari, Delly Maulana, Fakultas Ilmu Sosial, Ilmu Politik, and Universitas Serang Raya. “MEMAHAMI TINDAK KEKERASAN DI PONDOK PESANTREN MODERN ASSA ’ ADAH” 2 (2020): 130–36.
Fidiana, Fina. “PROSES PEMBERDAYAAN SANTRI MELALUI PELATIHAN PENCEGAHAN KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM MENDUKUNG PENYELENGGARAAN PESANTREN RAMAH ANAK.” Answer at Its Best to Any Quests 4, no. 1 (2017): 9–15.
Triono, Rinas. “Implementasi Kebijakan Perubahan Tata Ruang Pasar Tradisional Di Kecamatan Maron Kabupaten Probolinggo.” Jurnal Reposity Universitas Panca Marga Probolinggo, no. 1 (2019): 12–38.
Wahab, Rochmat. “Kekerasan Dalam Rumah Tangga: Perspektif Psikologis Dan Edukatif.” Jurnal Unisia 29, no. 61 (2006): 247–56. https://doi.org/10.20885/unisia.vol29.iss61.art1.